Oase


"Bahaya Seram" di Pulau Seram





Sebuah hikayat tentang negeri hilang ditelan gelombang terus dikenang. Kisah itu tiap tahun diperingati warga sebagai pelajaran untuk bersiaga menghadapi bencana yang dikhawatirkan kembali melanda. Namun, pemerintah menutup mata.

"Tanah goyang (gempa) terjadi pukul 01.00 tengah malam, 29 Februari 1899." Jonas Kaihena (81), tokoh adat Negeri (Desa) Elpaputih, Seram Bagian Barat, Maluku, memulai kisahnya pada suatu sore gerimis di pengujung Juni 2012.

Sore itu Negeri Elpaputih disaput mendung. Dari ruang depan rumahnya, ombak terdengar bergemuruh saat Kaihena melanjutkan kisahnya, ”Lalu, datang ombak besar bergulung- gulung. Ada tiga ombak. Cepat datangnya, orang bangun karena gempa, air su di depan mata. Mau lari juga tak akan selamat.”

Banyak orang hanyut dan tersangkut di atas pelepah sagu. Setelah air surut, daratan di Negeri Elpaputih menghilang. ”Air surut sambil membawa kampung kami dan segala isinya,” tutur Kaihena.

Menurut Kaihena, Elpaputih dulu ramai penduduk. "Ada 9 lorong. Ada 5.000-an penduduk. Setelah kejadian itu tinggal 1.500 orang," katanya.

Kengerian yang digambarkan Kaihena tidak berlebihan. Koran Australia, The Brisbane Courier, menulis peristiwa itu pada edisi 1 Desember 1899 dengan judul Banyak Korban Tewas, Gempa Mematikan di Hindia Timur.
"Telegram dari Makassar bertanggal 12 Oktober (1899) menyebutkan, pantai selatan Seram diterjang ombak tinggi (tsunami) dan gempa bumi. Sebanyak 4.000 orang tewas atau hilang, 500 luka. Amahai hancur total".

Ilmu pengetahuan modern mencatat kejadian di Elpaputih itu sebagai amblesan dasar laut yang disusul tsunami, sebagaimana dicatat Latief Hamzah, Nanang T Puspito, dan Fumihiko Imamura dalam Tsunami Catalog and Zones in Indonesia (2000).

"Bagi kami, itu hukuman. Negeri kami hilang. Raja kami juga hilang. Kami menyebutnya sebagai 'Bahaya Seram'," kata Kaihena.

Ingatan kolektif

Pengetahuan tentang Bahaya Seram juga dikenal penduduk Negeri Amahai, Maluku Tengah, yang berjarak 60 kilometer dari Elpaputih. Chrestoffel Soparue (73), tetua adat Amahai, mengisahkan, Bahaya Seram artinya air laut masuk hingga 200 meter ke darat dan menghancurkan negerinya pada 1899.

Raja Amahai W Hallatu dan Raja Ihamahu W Lisapaly dari Pulau Saparua, yang saat itu sedang berada di Amahai untuk mengambil kayu guna pembangunan gereja di desa beserta 60 warga Ihamahu, turut menjadi korban. Lebih dari 300 orang meninggal.

Kampung Amahai yang ada saat ini, yang dikenal sebagai Amahai Kristen, berjarak sekitar 300 meter dari kampung lama yang tenggelam. Gereja yang ada sekarang dan menjadi pusat kegiatan negeri, menurut Soparue, dibangun di atas lokasi pengungsian saat itu.

Sebagian warga Amahai Islam yang dulu berada di bagian barat Negeri Amahai pindah ke tempat lebih tinggi meski masih di tepi pantai. Dipimpin Raja Amahai Islam, Abdul Latarissa, mereka berpindah sekitar 6 kilometer ke arah timur Negeri Amahai saat ini dan dinamai Negeri Rutah yang merupakan singkatan dari frasa Runtuhan Amahai. Di belakang kampung itu ada bukit. ”Orangtua kami memilih tempat ini agar mudah lari ke bukit kalau terjadi gempa,” kata Adnan Latarissa (85), tetua adat Negeri Rutah.

Kekhawatiran akan terulangnya tsunami masih menghantui warga Rutah dan Amahai. "Kabarnya, gempa akan terulang lagi setiap 100 tahun. Apakah benar?" ujar Soparue dengan nada cemas.

Ancaman bencana

Gempa yang menimbulkan patahan yang memicu terjadinya amblesan tanah dan tsunami masih mungkin terjadi di Seram. Pulau terbesar di Provinsi Maluku ini terletak pada daerah pertemuan lempeng Eurasia di barat, Australia di selatan, Pasifik di timur, dan Lempeng Laut Filipina di utara.

Utara Seram merupakan zona subduksi Busur Banda. Busur ini membentang dari Pulau Sumbawa ke Pulau Timor, melengkung berlawanan arah jarum jam ke arah utara melewati Pulau Seram dan membentang ke barat hingga Pulau Buru.

Busur Banda di utara Pulau Seram ini bergerak ke selatan dengan kecepatan 35 milimeter per tahun. Sementara di selatan Seram terdapat patahan yang bergerak ke utara dengan kecepatan 11 milimeter per tahun.

Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 menunjukkan, wilayah Seram dipenuhi jejak gempa berkekuatan lebih dari 5 skala Richter dari tahun 1900-2009. Data seismik Survei Geologi AS (USGS) menunjukkan, gempa di Seram selama tahun 1990 sampai sekarang rata-rata berkekuatan sekitar 5 skala Richter dan kedalaman 0-70 kilometer.

Sebagai salah satu zona subduksi utama, gempa tektonik yang memicu terbentuknya patahan dan amblesnya tanah hingga memunculkan tsunami berpotensi terjadi di Seram.

Amblesan tanah yang dipicu gempa itu hingga kini sering terjadi. Gempa besar terakhir di Elpaputih terjadi pada 28 Januari 2006. Gempa berkekuatan 7,2 skala Richter di Laut Banda itu menyebabkan patahan sepanjang 40 meter dengan kedalaman 1-3 meter di bibir pantai Teluk Elpaputih.

Namun, banyak anak muda tidak paham lagi Bahaya Seram. Bahkan, banyak yang menganggapnya sebagai dongeng. ”Tsunami yang menghantam Aceh tahun 2004 menyadarkan kami bahwa Bahaya Seram itu nyata,” kata Ketua Saniri (Badan Permusyawaratan Desa) Amahai, Benjamin Lasamahu (41).

Sebagai upaya mitigasi, para tetua Amahai dan Elpaputih setiap tahun menggelar doa bersama untuk mengenang kehancuran negeri akibat Bahaya Seram. Di Amahai, peringatan dilakukan dengan mengunjungi tugu peringatan Bahaya Seram yang dibangun tahun 1995. "Ini untuk mengingatkan masyarakat agar waspada," kata Soparue.

Di Rutah, para tetua adat membangun gerbang desa dengan tulisan yang merekam kejadian tsunami dan sejarah negeri. Pintu gerbang ini menjadi penanda terbentuknya Rutah.

Mengenang kejadian yang memilukan memang diperlukan, tetapi yang lebih penting menggali nilai di balik peringatan itu. Bahaya Seram memang telah menjadi legenda yang diturunkan dari generasi ke generasi, tetapi upaya pemerintah untuk memitigasi bencana nyaris tak terlihat.

Karakter desa-desa di seluruh Maluku berada di pinggir pantai dengan jalan utama sejajar pantai. Sebagian desa memiliki perbukitan atau gunung di belakang desa yang dapat digunakan untuk menyelamatkan diri saat tsunami datang. Namun, jalur evakuasi hingga kini nyaris tak tersedia.

1 komentar: